Lakukan Tinjauan Lanjutan, SE 259 UIN Makassar Dibahas dalam FGD Se- Makassar
alanbantik- Surat Edaran (SE) 259 yang dikeluarkan oleh Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar dibahas dalam satu Forum Group Discussion (FGD) yang di buka untuk umum. Sebab, SE tersebut telah menimbulkan kontroversi signifikan di kalangan civitas akademika dan masyarakat.
FGD dengan tema ‘Satukan Persepsi, Galang Kekuatan dan Rebut Kedaulatan’ yang dilaksanakan oleh Pengurus Dewan Eksekutif Mahasiswa UIN Alauddin Makassar. Kegiatan ini berlangsung di Part Dua Coffee pada 31 Agustus 2024. Keempat narasumber yang hadir diantaranya adalah Ferdianto Syah (Aktivis UIN Alauddin Makassar), Andi Cibu M (Ketua PBHI Sulawesi Selatan), Panji Hartono (Koordinator Komunitas Tabe Care Network), dan M. Takbir Mallongi (Akademisi UIN Alauddin Makassar).
Dalam diskusinya, keempat narasumber membahas bagaimana kebijakan SE 259 yang dinilai dapat memengaruhi kebebasan berbicara dan prinsip demokrasi di lingkungan akademik. Para pembicara menyoroti kekhawatiran mendalam mengenai potensi SE 259 yang menghambat kebebasan akademik dan mengubah dinamika demokrasi kampus, yang seharusnya menjadi arena bebas untuk diskusi dan pertukaran ide.
Tanggapan Ferdianto Syah
Ferdianto Syah menilai SE 259 sebagai langkah represif yang membungkam suara kritis mahasiswa. Menurutnya, SE 259 menciptakan atmosfer ketakutan di kalangan mahasiswa yang seharusnya bebas untuk berbicara dan berdiskusi.
“Surat edaran ini bukan sekadar kebijakan administratif; ini adalah upaya sistematis untuk mengekang kebebasan berpendapat di kampus,” tegas Ferdianto.
Ferdianto menganggap kebijakan ini tidak hanya membatasi kebebasan mahasiswa dalam mengkritisi kebijakan tetapi juga berpotensi menimbulkan ketidakadilan dalam lingkungan akademik yang seharusnya mendukung dialog terbuka. Ia menganggap kebijakan ini mencerminkan penurunan semangat akademik yang harusnya menghargai keberagaman pendapat.
Tanggapan Andi Cibu M
Andi Cibu mengkritik SE 259 sebagai pelanggaran serius terhadap hak asasi manusia. Ia menegaskan bahwa kebijakan ini menciptakan hambatan yang tidak semestinya ada dalam partisipasi mahasiswa dalam diskusi akademik.
“Kebijakan ini mengekang hak asasi mahasiswa untuk menyuarakan pendapat mereka tanpa batasan,” ujar Andi.
Andi berpendapat bahwa SE 259 melanggar prinsip-prinsip dasar pendidikan dan menciptakan hambatan dalam upaya mahasiswa untuk berpartisipasi dalam diskusi akademik. Ia menilai bahwa kebijakan ini menyalahi kaedah logikal dan ilmiah yang mendasari pendidikan tinggi.
Tanggapan Panji Hartono
Panji Hartono memperingatkan bahwa SE 259 berdampak negatif terhadap kualitas demokrasi di kampus.
“SE 259 menunjukkan wajah kelam demokrasi di kampus,” jelas Panji.
Ia mengkritik kebijakan ini karena membatasi ruang gerak mahasiswa untuk terlibat dalam diskusi kritis dan memperlihatkan ancaman terhadap nilai-nilai demokrasi yang harus berkembang dalam lingkungan akademik.
Panji menilai bahwa jika SE 259 dibiarkan, dampaknya akan meluas ke penurunan kualitas pendidikan dan hak-hak sipil mahasiswa, serta merusak budaya akademik yang seharusnya terbuka dan inklusif.
Tanggapan M. Takbir Mallongi
M. Takbir Mallongi mengecam SE 259 sebagai ancaman terhadap prinsip dasar institusi pendidikan. Ia berpendapat bahwa SE 259 memperburuk birokrasi yang membatasi diskusi intelektual di kampus.
“Kampus seharusnya menjadi arena diskusi dan pertukaran gagasan yang bebas,” tegas Takbir.
M. Takbir mengingatkan bahwa SE 259 merusak iklim akademik yang seharusnya mendukung perkembangan intelektual dan kebebasan berpikir. Ia menilai kebijakan ini tidak konsisten dengan prinsip logika dasar dan memaksakan aturan yang tidak sesuai dengan kaedah ilmiah.
Acara malam ini menggambarkan kekhawatiran mendalam terhadap potensi bahaya SE 259 terhadap kebebasan akademik dan demokrasi di UIN Alauddin Makassar. Penilaian kritis para pembicara menekankan perlunya peninjauan dan revisi kebijakan tersebut untuk melindungi nilai-nilai dasar pendidikan.
Penulis: Muhammad Timur Sulaiman Al-Furqan
Editor: Tim Redaksi