Talkshow PRJ 2024 ‘Jurnalistik Today’ Bahas Tantangan Jurnalis Masa Kini
alanbantik – Hari kedua Pekan Raya Jurnalistik (PRJ) dimeriahkan dengan talkshow bertema ‘Jurnalistik Today’ membahas tentang isu-isu terkini dalam dunia jurnalistik. Talkshow berlangsung di Anjungan Center Point of Indonesia (CPI) tugu MNEK pada Jumat, 6 Desember 2024.
Acara ini menghadirkan lima jurnalis yang membahas berbagai topik penting mulai dari tantangan jurnalis perempuan, pentingnya menjaga kode etik dan independensi seorang jurnalis serta perkembangan teknologi seperti Artificial Intelligence (AI) dalam penyiaran.
Tantangan Jurnalis Perempuan di Lapangan
Reporter TvOne, Firda Jumardi berbagi pengalaman tentang berbagai tantangan yang dihadapinya selama meliput di lapangan.
“Saat meliput demo, saya harus berhadapan dengan gas air mata dan kejar-kejaran, tetapi tetap harus menjaga gambar tetap aman dan bernapas stabil, karena laporan harus tetap berjalan,” ungkap Firda.
Selain itu, liputan dengan para tokoh penting juga menjadi pengalaman yang menegangkan baginya.
“Contohnya saat liputan dengan capres Ganjar Pranowo, saya harus berada di posisi doorstop yang penuh sesak, sampai terhimpit dengan situasi yang sangat kronis,” kenangnya.
Menciptakan Ruang Aman bagi Jurnalis Perempuan
Didit dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI) memaparkan tantangan dalam menciptakan ruang aman bagi jurnalis di era digital. Menurutnya, jurnalis saat ini menghadapi ancaman tidak hanya secara fisik, tetapi juga secara digital, seperti perundungan dan intimidasi online.
“Jurnalis perempuan sering kali menjadi korban intimidasi seksual, terutama saat doorstop di lapangan,” ungkapnya.
Ia menambahkan bahwa tidak ada aturan yang memisahkan garis untuk reporter laki-laki dan perempuan, sehingga sering kali terjadi gesekan yang memicu kekerasan seksual.
Didit juga menyoroti pentingnya pelatihan khusus untuk jurnalis perempuan agar lebih waspada dan mampu mengatasi situasi sulit.
“Kami di AJI biasa menyarankan untuk mundur atau menitipkan rekaman kepada rekan lain sebagai langkah antisipasi,” jelasnya.
Tekanan Sosial dan Politik dalam Jurnalisme
Andi Fauziah, seorang akademisi dan praktisi jurnalisme membahas tantangan menjaga independensi jurnalis di tengah tekanan sosial dan politik. Ia memaparkan bahwa indeks kebebasan pers di Indonesia masih berada pada angka 68 yang menunjukkan kondisi cukup bebas, tetapi jauh tertinggal dibandingkan negara-negara Eropa.
“Jurnalis perempuan sering menghadapi ancaman yang lebih besar, seperti doxing atau ancaman terhadap keluarga mereka melalui media sosial,” jelasnya.
Menurutnya, meskipun jurnalis diharapkan independen namun kenyataan di lapangan sering kali berbeda.
“Banyak media masih menjadi perusahaan bisnis yang bergantung pada pendapatan, sehingga sulit untuk sepenuhnya mendukung independensi jurnalis,” tambahnya.
Fauziah juga menekankan pentingnya bergabung dengan organisasi seperti AJI untuk mendapatkan dukungan dan memperkuat integritas jurnalis.
“Organisasi jurnalis membantu kita tetap teguh pada prinsip independensi meskipun ada tekanan,” tuturnya.
Perlindungan Hukum dan Keamanan Fisik bagi Jurnalis
Hermawan Mappiwali selaku Koordinator Peliputan detikSulsel berbicara mengenai perlindungan hukum dan keamanan fisik yang harus diberikan kepada jurnalis. Mawan menyoroti pentingnya memperkuat perlindungan terhadap jurnalis di lapangan, mengingat meskipun kebebasan pers sudah dijamin oleh undang-undang, kenyataannya banyak jurnalis yang masih menghadapi ancaman kekerasan fisik dan intimidasi yang tidak mendapat perhatian yang cukup.
“Meskipun kebebasan pers di Indonesia sudah diatur oleh undang-undang, namun kenyataannya, perlindungan fisik untuk jurnalis masih sangat kurang. Banyak jurnalis yang masih menghadapi ancaman fisik di lapangan, bahkan sering kali mereka menjadi sasaran kekerasan.” ungkapnya.
Terakhir Mawan juga mengingatkan akan bahaya penyalahgunaan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang seringkali digunakan untuk menjerat jurnalis ketika bertugas.
AI sebagai Peluang atau Ancaman bagi Profesi Presenter
Jurnalis Kompas TV, Gufran Lamataha, memberikan pandangannya mengenai perkembangan teknologi AI yang kini mulai merambah ke dunia penyiaran. Ia menjelaskan bahwa AI memiliki peran yang signifikan dalam membantu efisiensi kerja, tetapi belum bisa menggantikan peran manusia sepenuhnya.
“Presenter AI di Indonesia sudah mulai digunakan sejak setahun terakhir, dimulai dari TvOne, lalu diikuti Kompas TV dan iNews TV. Tapi penggunaannya masih terbatas, seperti segmen Kompas Update yang hanya membacakan dua atau tiga berita utama tanpa banyak gimmick,” katanya.
Menurut Gufran, presenter AI tidak memiliki keaslian yang dibutuhkan untuk interaksi langsung dengan audiens.
“Kehadiran presenter manusia masih penting, karena memberikan sentuhan humanis yang tidak bisa digantikan oleh program,” tegasnya.
Namun, ia juga melihat AI sebagai peluang kolaborasi di masa depan untuk segmen-segmen tertentu.
Melalui acara ini, diharapkan para peserta dapat lebih memahami tantangan dunia jurnalisme yang semakin kompleks dan pentingnya peran serta kolaborasi untuk menciptakan kebebasan pers yang sehat dan aman di Indonesia.
Penulis: Rissa Siana Bakri (Reporter Magang)
Editor: Tim Redaksi