Usung Tema Gen Z dan Perubahan Iklim, Mapalasta Kolaborasi dengan UKM Ritma dan Greenpeace Ajak Mahasiswa Lebih Peduli Lingkungan
alanbantik- Mahasiswa Pecinta Alam Sultan Alauddin (Mapalasta) bersama dengan Unit Kegiatan Mahasiswa Riset Keilmuan dan Kemitraan Masyarakat (UKM Ritma) dan Greenpeace Indonesia mengadakan talkshow guna mengajak mahasiswa lebih peduli lingkungan. Talkshow diselenggarakan pada Kamis, 3 Oktober 2024 di ruang senat Lt.4 Rektorat UIN Alauddin Makassar.
Mengusung tema Gen Z dan Perubahan Iklim: Bagaimana Transisi Energi Mempengaruhi Kehidupan Kita? Talkshow ini membahas mengenai perubahan iklim menjadi salah satu isu yang menarik serta bagaimana peran dari Gen z dalam menghadapi krisis iklim.
Ada empat narasumber yang dihadirkan yakni Nurul Fadli Gaffar (kepala divisi energi Walhi Sulawesi Selatan), Ranti Ekasari (dosen jurusan Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) UIN Alauddin Makassar), Bondan Andriyanu (pengkampanye iklim dan energi Greenpeace Indonesia), dan Imamul Hak (dosen Antropologi Fakultas Ushuluddin).
Tanggapan Narasumber
Kepala divisi energi Walhi Sulawesi Selatan, Fadli memaparkan bagaimana konsep dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTUP) captive yang dapat mempengaruhi sektor industri dan kehidupan masyarakat sekitar.
“Beberapa dampak debu batu bara itu menjadi satu momok yang sudah ditahu sama semua orang, batu bara itu ketika di proses angkut, proses tambang, proses pembakaran itu semuanya menghasilkan debu polutan,” paparnya pada 3 Oktober 2024.
Nikel yang terbanyak berada di Sulawesi dan Maluku sehingga rasa panas yang dirasakan di Sulawesi karena industri PLTU ini. Fadli juga memaparkan bahwa wilayah Kalimantan akan menyusul.
“Kenapa Maluku dan Sulawesi? Karena data nikel terbanyak itu ada di 2 wilayah itu, jadi unit PLTU nya ada di dua wilayah itu,” paparnya.
Dosen Kesehatan Masyarakat FKIK, Ranti menjelaskan mengenai dampak PLTU captive untuk kualitas udara dan kesehatan sendiri sangat besar dihasilkan oleh batu bara yang merupakan bahan bakar dari PLTU captive. Pada tahun 2022, co2 kebanyakan di hasilkan oleh batu bara 57,5%.
“Artinya batu bara ini penyumbang terbesar co2 di Indonesia di tahun 2022, dan batu bara ini adalah bahan bakar untuk pasokan listrik dari pembangkit listrik tenaga uap,“ lanjutnya.
Polusi udara yang dihasilkan oleh PLTU yang tidak semua sumber memiliki ini, polusi udara yang dihasilkan juga mengandung merkuri dimana merkuri sendiri adalah limbah atau logam berat.
“Merkuri bersifat karsinogenik zat yang bisa mengakibatkan kanker, dan kita tahu angka kanker ini semakin meningkat,” jelas Ranti.
Pengkampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia, Bondan mengatakan tantangan yang dihadapi dalam transisi energi adalah janji pemerintah yang mengatakan akan mengoperasi transisi energi.
“Harusnya andakan memberikan ruang, kalau kita bilang janji pemerintah adalah mengoperasi transisi energi,” jelasnya pada Kamis, 3 Oktober 2024.
Dosen Antropologi Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Imamul Hak juga menjelaskan bahwa kebijakan dibuat oleh sesuatu yang lebih berwenang dan di atur oleh Undang-Undang.
“Kebijakan itu kan sesuatu yang turunannya adalah aturan Undang-Undang, regulasi dan biasanya di produksi atau dibuat oleh suatu otoritas yang berwenang misalnya negara,” ungkapnya pada Kamis, 3 Oktober 2024.
Imamul juga memaparkan bahwa kebijakan yang ada di Indonesia itu sangat menentukan bagaimana transisi energi berjalan.
“Bagaimana negara tetap ikut di dalam merumuskan kebijakan dalam mengawal investasi atau Pembangunan,” jelasnya.
Tanggapan Panitia
Sekretaris Umum (SEKUM) Mapalasta, Haerul Bintang memberikan harapan agar generasi sekarang itu harus lebih peduli dan melirik isu-isu lingkungan.
“Harapan dari teman-teman, khususnya dari pelaksana yaitu dari mapalasta, UKM Ritma, dan serta Greenpeace untuk menyadarkan generasi-generasi sekarang bahwa pentingnya untuk peduli atau peka terhadap krisis iklim atau krisis lingkungan yang terjadi pada saat ini,” ungkapnya pada tim alanbantik pada Kamis, 3 Oktober 2023
Selain itu, Ketua UKM Ritma Tri Gunawan Musa mengajak untuk lebih melirik dampak dari perubahan iklim yang terjadi sehingga dampaknya juga dapat kita rasakan sendiri.
“Sehingga respon untuk itu adalah dengan cara mengadakan hal-hal yang dalam hal ini mengedukasi masyarakat supaya lebih paham bagaimana sebenarnya perubahan iklim sudah betul-betul berdampak bagi diri kita sendiri,” ujarnya pada Kamis, 3 Oktober 2024.
Tanggapan Peserta
Seorang mahasiswa Fakultas Ushuluddin dan Filsafat (FUF), Zatar Aulia Yarji yang merupakan mahasiswa Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir angkatan 2021. Ia merasa turut prihatin atas dampak yang ditimbulkan dari perubahan iklim.
“Perubahan iklim itu sendiri yang banyak memakan korban menurut WHO itu ada 7 jt,” ungkapnya pada tim alanbantik pada Kamis, 3 Oktober 2023.
Lebih lanjut ia juga menjelaskan bahwa melestarikan lingkungan bukan hanya berdampak pada diri sendiri tetapi juga untuk orang lain.
“Saya merasa sedikit terbuka, bahwa lingkungan di sekitar kita itu perlu untuk dilestarikan dan sangat penting untuk kita, dan orang-orang sekitar kita juga,” tutupnya.
Tak hanya itu, mahasiswi jurusan Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK), Aura berpendapat jika kegiatan yang diadakan dapat mengedukasi generasi sekarang.
“Sebab meningkatkan literasi pemahaman generasi sekarang untuk lebih memahami climate change dan bagaimana agar wawasan kita terbuka untuk lebih peduli terhadap lingkungan,” ungkapnya pada tim alanbantik Kamis, 3 Oktober 2024.
Penulis : Siti Aditya Mirsa Cahyani (Reporter Magang)
Editor: Tim Redaksi