Opini “Matematika Adalah Cerita”
www.google.co.id
Lagu anak-anak menggerakkan angka menjadi kata. Membangun cerita. Lagu Keluarga gubahan A.T. Mahmud adalah lagu anak yang populer : “satu ( satu) ayah dan ibu/ dua (dua) semua saudara/ tiga (tiga) bersama-sama/ itulah (itulah) namanya keluarga.”
Lagu ini mengenalkan anak pada urutan perhitungan sederhana. Angka satu-dua-tiga membawa pengertian tentang definisi keluarga inti pada dunia kanak-kanak. Anak bergerak memahami lingkungan terdekatnya secara matematis melalui angka dalam lagu.
Karya A. T. Mahmud ini kerap dinyanyikan dengan versi : “satu(satu) aku sayang ibu/ dua (dua) juga sayang ayah/ tiga (tiga) sayang adik kakak/ satu dua tiga sayang semuanya.”
Dalam versi ini lagu mengaitkan urutan angka dengan cara jenaka terhadap rasa sayang antar anggota keluarga. Memopulerkan kosakata ‘ayah’ sebagai padanan kata Pak’e, Bapak, Babe.
Pengungkapan rasa sayang seorang anak kepada anggota keluarga menarasikan nilai diri tertentu pada anak sejak ia masih kanak-kanak. Mengasihi keluarga adalah kesadaran yang mulia.
Dalam lagu Rotiku, pengarang yang sama menarasikan hidangan yang akrab dengan dunia anak : “rotiku persegi empat/kulitnya berwarna coklat/ku tutup rapat-rapat/supaya jangan dimakan lalat.”
Anak akan lekas memahami kisah roti tawar ini bukan sekedar dalam fisik roti tetapi juga mengenalkan bangun dua dimensi, bentuk roti. Bagaimana cara menyimpan roti dengan baik menjadi ujaran lainnya. Lagu Rotiku sekaligus memberi pemahaman tentang kesehatan dengan membawa kata lalat diakhir lagu. Lagu menjadi guru matematika bagi anak-anak.
Mus K. Wirya mengisahkan makanan kecil dalam lagu Kue : “Kue ini yang satu untuk ibu/ ada lagi yang satu untuk ayah/satu lagi untuk adik dan kakak/tinggal sisanya untuk saya semua.” Lagu jawaban : “terima kasih ibu diberi satu/terima kasih ayah diberi satu/terima kasih untuk adik dan kakak/terima kasih, terima kasih sayang.” Matematika hidup dalam imajinasi anak-anak melalui kudapan kue yang akrab dengan dunia mereka.
Berbagi menjadi bagian dari keberadaan kue, dan lewat lagulah laku berbagi terajarkan sebagai sebuah nilai hidup. Anak bisa merasakan kehidupan matematika begitu dekat dengan keseharian mereka. Kue yang awalnya berjumlah banyak mengalami pengurangan. Pengurangan akan membuat jumlah semakin sedikit dan akhirnya habis tanpa sisa.
Namun berbagi yang secara tehnis matematika itu mengurangi, dicerita kedua justru mendapati kelimpahan. Ibu, ayah, adik dan kakak memberi pahala dalam kata terima kasih. Nilai kebaikan ditautkan dengan ketulusan. Matematika bertindak secara ajaib dalam lagu-lagu anak.
Dalam lagu Tinggal Berapa, A.T. Mahmud membawa kisah buah-buahan dan hewan dalam teka-teki matematis yang menarik. Buah dan burung bertengger di habitat alamiahnya. “di pohon ada mangga lima buah banyaknya/satu jatuh ke tanah/sekarang tinggal berapa?/Di pohon ada burung lima ekor banyaknya/ dua terbang membumbung/sekarang tinggal berapa/di pohon ada klapa lima buah banyaknya/tiga dipetik ayah/sekarang tinggal berapa?”
Lagu 8 Dirham dari Gita Gutawa menarasikan angka dan kemuliaan teologis.Lagu ini menceritakan tentang perjalanan Nabi Muhammad ke pasar. Beliau berkeinginan untuk membelanjakan uang tersebut untuk membeli pakaian. Dalam perjalaan menuju pasar seorang hamba sahaya mengadukan nasibnya. Uang 4 Dirhamnya dicuri orang.
Nabi memberikan uang 4 Dirham kepadanya. Setelah itu beliau bertemu dengan seorang budak yang kelaparan. Nabi memberinya uang 2 Dirham. Berapa uangnya yang masih tersisa? Pertanyaan ini menguatkan adanya kerja matematis dalam lagu ini.
Ya, sisa uangnya tentu saja 2 Dirham, yang kemudian dibelanjakankan baju. Dalam perjalanan pulang seseorang di jalan memohon untuk diberikan baju tersebut. Muhammad memberikan baju itu. Beliau pulang tanpa membawa apa yang diinginkannya, namun hal tersebut membawa kebahagiaan luar biasa bagi beliau. Uang dalam genggamannya berkurang tanpa sisa.
Dalam simbol matematika kita menyebutnya angka nol. Angka nol bukan titik tragis dan penghabisan harapan, namun justru menjadi pentasbihan kebahagiaan.
Lagu-lagu remaja memberikan istilah berbeda terhadap sistem matematis pengurangan tak bersisa ini dengan istilah hampa. Ari Lasso mengungkapkan ini dalam lagu Hampa : “entah dimana dirimu berada/hampa terasa hidupku tanpa dirimu/apakah disana kau rindukan aku/seperi diriku yang selalu merindukanmu”. Rumor memberi cerita tentang cinta dalam lagu Butiran : “aku tersesat/ dan tak tau arah jalan pulang/ aku tanpamu butiran debu.”
Penggambaran ketiadaan dalam lagu cinta ala orang dewasa menjadi luka dan melankolis, padahal kerja rumus matematis di kejadian ini tidak benar-benar menghasilkan angka nol. Syair lagu ini menguraikan sistem pengurangan sederhana dengan hasil keluar dari jalur rumus bakunya. Pengurangan menghasilkan angka minus dan pembagian tak berhingga.
Hal ini memberikan sebuah penalaran sederhana dan lumrah bahwa ada kerja kimiawi dalam tubuh dan peristiwa yang dialami manusia. Matematika memiliki level hidup, dari narasi hitungan sederhana hingga pemahaman adanya kerja kimiawi dalam tubuh dan kisah keseharian. Lagu menuturkan konsep-konsep nyata yang tak pelik namun menelusupkan kesadaran akan adanya kerja angka yang berketerusan. Kerumitan matematika, fisika, kimia menjadi senyata langkah kaki sepanjang hari.
Lagu memberi hidup pada kejadian keseharian manusia lewat syair-syairnya yang matematis. Memberi kesadaran tanpa imperasi bahwa matematika bergerak dalam tubuh waktu dan peristiwa manusia. Bukan sekedar mata pelajaran yang dipelajari dengan duduk diam dan sibuk mengutak-atik angka. Dengan matematika manusia berdendang dan berbahasa.
Oleh : Jumrawani Bakri (mahasiswa Jurusan Jurnalistik angkatan 2017).