Nestapa Pedagang di UIN Alauddin karena Sewa Lapak Naik Rp 15 Juta
alanbantik – Sewa lapak kantin di kampus UIN Alauddin Makassar, yang semula Rp 6,6 juta naik drastis menjadi Rp 15 juta pertahunnya. Para pedagang mengaku bersusah hati atas kebijakan ini karena dibuat secara sepihak tanpa meminta pertimbangan mereka lebih dahulu.
Seorang pedagang yang enggan disebutkan namanya, menyebut kenaikan sewa lapak kantin terjadi sejak tahun 2020, yakni saat para pedagang tidak bisa berjualan karena pandemi COVID-19. Pusat Pengembangan Bisnis (P2B) selaku pihak yang mengelola sewa kantin itu juga disebut tidak pernah mengeluarkan surat resmi terkait kenaikan sewa lapak kantin.
“Dia (P2B) menyampaikan secara lisan,” katanya saat ditemui tim alanbantik di kediamannya, Rabu, 15 September 2021.
Pedagang yang kesehariannya juga sebagai ibu rumah tangga tersebut mengaku sangat menyayangkan keputusan sepihak tersebut. Dia lantas menyinggung konsep kemitraan yang selama ini diusung pihak P2B.
“Dia (P2B) anggap kita mitranya tapi kalau yang namanya mitra itu harus ada kesepakatan dari kedua belah pihak, jangan mau ambil sepihak, ndak bisa itu namanya pemaksaan,” katanya.
Hal lainnya yang membuat para pedagang protes ialah karena adanya penyampaian bahwa tidak akan ada kenaikan harga sewa lapak sebelum renovasi kantin dilaksanakan. Kini hal itu tinggal janji belaka.
“Di saat rapat itu, (penyampaian) tidak akan ada kenaikan sebelum ada renovasi, yang ada sekarang di kantin itu bukan renovasi, tapi pemeliharaan,” kata wanita tersebut.
Adanya kenaikan tanpa informasi yang lebih jelas membuat para pedagang sempat melakukan aksi protes. Aksi ini dilakukan pada bulan Maret 2020 bertepatan dengan merebaknya wabah virus Corona. Namun aksi itu tak berujung baik, para pedagang yang mengikuti aksi menerima surat dari P2B berisi perintah segera mengosongkan lapak masing-masing dalam waktu 3 hari.
“Di saat demo, tiba-tiba Corona, semua yang ikut demo dikasih surat, dipanggil masuk diberi waktu 3 hari untuk kosongkan barang dengan alasan karena tidak menyambung kontrak itu, tapi yang nda masuk akalnya cuman yang ikut demo saja yang disorot,” katanya lagi.
Ada Juga Pedagang Bersedia Bayar Rp 15 Juta Pertahun
Tim alanbantik mencoba mengumpulkan data pedagang yang bersedia membayar lapak kantin sebesar Rp 15 juta pertahun. Terhitung ada 4 orang pedagang yang telah membayar sewa lapak kantin tersebut.
Seorang dari mereka, pedagang berinisial R mengungkapkan tetap mengikuti aturan baru dari P2B karena sulitnya mencari lapak di kampus.
“Tetap (membayar) masalahnya kita cari pangkalan juga susah,” kata pedagang tersebut dalam wawancara terpisah dengan tim alanbantik, Kamis, 16 September 2021.
R mengaku sedikit ada harapan dan juga merasa lega, sebab uang pembayaran yang telah disetorkan tetap aman meski untuk saat ini belum bisa jualan dulu di kampus.
“Jawaban dari P2B orang kantor, jadi saya tanyakan waktu itu begitu jawabnya ‘uangta aman mi Mas’, nanti aktif kampus baru diaktifkan juga na tanda tangan mami tidak perlu bayar lagi,” katanya.
Sebagai bukti lebih jelas, pedagang tersebut mengatakan bahwa pembayaran tersebut memiliki perjanjian surat kontrak di atas materai yang berisi jika terjadi musibah alam tidak dikenakan biaya.
“Baru perjanjian yang dilakukan ada perjanjian surat kontrak yang ini kan musibah alam tidak dikenakan biaya dulu memang juga perjanjiannya di atas materai kalau musibah alam tidak di kenakan biaya andaikan itu mengingkari maka bisa di tuntut,” katanya.
Penjelasan P2B soal Kenaikan Sewa Lapak Kantin
Pihak P2B melalui Koordinator Penataan dan Penertiban di Lapangan, Zainal Ibrahim, turut menanggapi kenaikan sewa lapak kantin di kampus. Dia mengungkapkan kenaikan itu merupakan hasil rapat pimpinan (Rapim).
“Pertimbangan itu ya istilahnya kan bukan kita memutuskan di situ itu di-Rapim-kan. Jadi persoalan kenaikan Rp 6,6 juta ke Rp15 juta itu mungkin memang sudah dibahas masalah kenaikannya, hitung-hitungannya,” ungkap Zainal saat ditemui tim alanbantik di ruangannya, Senin, 20 September 2021.
Sedangkan terkait dengan surat perintah pengosongan lapak kantin di bulan Maret tahun lalu, Zainal mengaku surat tersebut telah diberikan menyeluruh kepada seluruh pedagang kampus.
“Iya (menyeluruh), kan sementara memang tidak ada yang menjual dan seluruh kantin harus di kosongkan. Itu pun di dalamnya belum direnovasi karena ada yang terkunci,” kata Zainal.
Zainal juga menjelaskan bahwa kenaikan ini tidak serta merta dilakukan alias memiliki pertimbangan tersendiri dari pihak kampus. Dia bahkan mengungkap adanya jual beli lapak kantin.
“Kemarin kita banyak mendapatkan itu di bawah di kantin itu (lapak) diperjual-belikan. Umpamanya bapak kantin di sini, namanya bapak terdaftar. Anda memperjualbelikan di sana di orang lain. Jadi kalau kita hitung 6,6 itu dia bayar listrik ji, rugi negara. Apa keuntungannya P2B sebagai pengembangan bisnis, tidak ada, nol,” terangnya.
Zainal mengkalim bahwa alasan itulah yang membuat pimpinan mempertimbangkan menaikkan harga sewa kantin tersebut. Dia juga menegaskan bahwa pihak P2B hanya sebagai pengelola administrasi.
“Jadi memang kami dari pihak P2B itu cuma pengelola administrasi untuk menjalankan bisnisnya UIN,” tegasnya.
P2B Bukan Penentu Kenaikan Harga Sewa Lapak Kantin
Lebih lanjut, dia menambahkan bahwa P2B bukan pengambil keputusan mengenai kenaikan harga sewa lapak kantin.
“Kita hanya menjalankan tugas. Apa yang di katakan pemimpin itulah yang akan di sampaikan,” tambah Zainal.
Selanjutnya tim alanbantik mempertanyakan kembali Surat Keputusan (SK) kenaikan harga. Namun pihak P2B mengatakan sampai saat ini surat tersebut belum ada.
“Kita menunggu juga ini SK,” tutup Zainal.
Penulis:
Feni Melinda, Alya Warda, Usfa DP, Delfi Sari, Andryan Gaffar (Reporter Magang)
Editor: Tim Redaksi