Mahasiswa Sajikan Makanan Saat Ujian Skripsi, Gratifikasi atau Penghormatan?
alanbantik- Saat menghadapi sidang skripsi kebanyakan dari mahasiswa di setiap universitas pasti membawa buah tangan seperti makanan dan minuman untuk diberikan kepada dosen yang akan menghadiri tahapan sidang bagi mahasiswa yang bersangkutan. Lantas apa motivasi mahasiswa membawa makanan?
Seperti yang terjadi di Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar, walaupun tak ada aturan secara tersurat maupun tersirat namun hal ini sudah menjadi tradisi yang turun temurun bagi semua mahasiswa akhir disetiap tahunnya.
Padahal, jika diperhitungkan cukup banyak dana yang dikeluarkan oleh mahasiswa ketika melewati tahapan tersebut, seperti halnya yang diungkapkan oleh Miftahul Jannah mahasiswa dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI). Ia mengungkapkan mengeluarkan dana sebanyak Rp. 310,000 (tiga ratus sepuluh ribu rupiah) selama menjalani ujian.
“Ujian proposal dan ujian akhir membayar di akademik 80k dapat 6 kue kotak, kalau nda salah jadi 160k kubayar di ujian proposal dan hasil, sedangkan di ujian tutup membayar 150k dapat 4 nasi kotak,” ungkapnya pada Rabu, 14 Desember 2022.
Tanggapan Dosen
Saat ditemui tim alanbantik di ruangannya, Nur Ahsan Syakur, Dosen fakultas Adab dan Humaniora memberikan pendapatnya tentang tradisi membawa makanan. Ia mengungkapkan tidak ada aturan bagi mahasiswa untuk membawa makanan ketika hendak ujian, namun keputusan membawa makanan dapat membantu mahasiswa untuk memaksimalkan waktu ujiannya ketika mendapati jadwal yang padat (pagi hingga siang).
“Sebenarnya tidak ada aturan tentang itu tetapi kalo kita pake kearifan lokal budaya kita, budaya ketimuran ya biasanya apaya yang seperti itu merupakan bukti penghargaannya bisa penghargaan bukti rasa terimakasinya mahasiswa, bukti rasa hormatnya kepada dosennya. Karena dia sudah mau ujian dia sudah apanamanya selangkah lagi dia, ini dia minta waktunya untuk dosennya untuk bisa menghadiri ujiannya, apalagi kalau ujian itu kadang kadang dilakukan maraton. Misalnya dari pagi sampai siang kalo dosennya kemudian keluar cari makan waktunya mungkin saja lagi terbuang kan seperti itu ji jadi tidak ada aturan tentang itu. Budaya saja kebiasaan tradisi yang sudah. Jadi tidak ada salahnya membawa,” ungkapnya saat ditemui di ruangannya pada Jumat, 21 Oktober 2022.
Lebih lanjut, Ahsan sebagai salah satu dosen penguji mengatakan dia tidak meminta mahasiswa untuk membawa makanan tetapi jika ada mahasiswa yang membawa tidak mungkin ditolak, karena itu bisa melukai perasaan mahasiswa.
“Saya tidak mengatakan harus bawa tapi kalo ada, masa saya mengatakan bawa pulang itu kan, coba bayangkan kalo saya punya keinginan untuk memberi lalu kemudian pemberian saya itu tidak di hargai, ya saya mau kasi antum antum mengatakan ee janganmi saya tidak mau gimana perasaannya,” lanjutnya.
Salah satu Dosen Penguji Fakultas Dakwah dan Komunikasi, Iftitah Jafar saat ditemui tim alanbantik mengatakan ketidak setujuannya dengan tradisi membawa makanan.
“Kalo saya nda setuju, karena mahasiswa kan sudah punya pos-pos keuangan yang dari orang tuanya ya terkait dengan proses belajar nya, jelas kalo begini berarti ada tambahan, mungkin kalo mahasiswa-mahasiswa yang bisa cari uang sendiri tidak masalah ya, tapi kalo mahasiswa yang tergantung sama orang tua ya minta kan, ” ujarnya saat ditemui diruangannya Senin, 24 Oktober 2022.
Ia kembali menuturkan tradisi tersebut memberatkan mahasiswa.
“Saya dari awal gak setuju, tentu bagi yang memberatkan mahasiswa, dan apa lagi kalo misalkan sampai mau dua kali ujian tidak jadi, setiap ujian menyiapkan ya itukan berat,” tutupnya.
Tanggapan Mahasiswa
Beberapa mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makasar turut memberikan suaranya terkait tradisi membawa makanan pada saat ujian skripsi.
Salah satunya dari mahasiswa jurusan Manajemen yang akan mengikuti wisuda pada 19 Desember mendatang, ia mengaku mengeluarkan dana sebesar Rp. 230,000 (dua ratus tiga puluh ribu rupiah) selama melaksanakan ujian.
“Kemarin proposal masih covid jadi online, proposal tidak adaji kubawa, hasil (ujian hasil) 80k dan tutup (ujian tutup) 150k,” kata Ika Nurlela pada Rabu, 14 Desember 2022.
Ia juga mengatakan tidak merasa keberatan mengenai mahasiswa yang membawa makanan saat ujian skripsi.
“Kalau saya tidakji (tidak keberatan) karena tidak narepotkanja juga, karena dari akademik yang sediakan makanan, sisa membayar saja,” lanjutnya.
Datang dari Fiskal Ardian Mellark mahasiswa semester tujuh dari Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK), berpendapat bahwa kegiatan membawa makanan pada saat ujian skripsi masih mengalami pro dan kontra di kalangan mahasiswa Farmasi.
“Di Farmasi sebenarnya bagaimana dih kalo mau dibilang keberatan juga keberatan, tapi ada juga kalo dibilang keberatan sebenarnya tidak keberatan ji juga karena misalnya apadi, kalo misalnya bawa bawaki begitu biasanya itu dosen mungkin biasanya itu dosen nasuka tongi mahasiswanya kalo bagus servisnya, yang ada di fikirannya anak Farmasi,” kata Fiskal pada Selasa, 25 Oktober 2022
Selain itu, mahasiswa dari jurusan Hukum Tata Negara (HTN) angkatan 2017, Riswandi Tayang menyatakan ia setuju akan tradisi bawa makanan saat ujian skripsi karena itu merupakan bentuk terimakasih terhadap dosen penguji.
“Kalau saya setuju saja ji karena juga dosen – dosen tidak menentukan ji kita harus bawa apa karena memang tidak adaji aturannya, sekaligus sebagai bentuk terima kasih kita kepada dosen, ” tutur Riswandi pada Sabtu, 22 Oktober 2022.
Sependapat dengan Riswandi, Yasin mahasiswa jurusan Jurnalistik yang telah melalui ujian skripsi juga setuju untuk membawa makanan pada saat ujian. Ia mengatakan hal tersebut sebatas budaya, makananpun nantinya akan dinikmati bersama.
“Saya sih pro ka, terus pandanganku mengenai hal ini itu sebatas budaya. Dan kalau saya sih setuju ja karena untuk ananakaji juga sebagai peserta sidang, kan untuk dinikmati bersama ji, dan sekiranya kalau di jurusan nda adaji paksaan,” ujarnya pada Jumat, 21 Oktober 2022.
Penulis:
Filiah Nuzula & Ramandha Fitrah (Reporter Magang)
Editor:
Tim Redaksi