Pro-Kontra Ramah Tamah, Wajib Bayar Meski Tak Ikut
Fakultas Dakwah dan Komunikasi (FDK) UIN Alauddin Makassar akan menggelar ramah tamah wisuda untuk 295 peserta yudisium di periode September tahun ini. Pro dan kontra pun mencuat usai birokrasi fakultas disebut akan mewajibkan pembayaran ramah tamah, bahkan bagi mereka yang memilih untuk tak ambil bagian dalam tradisi syukuran sarjana yang sebenarnya tak wajib tersebut.
Informasi yang diperoleh alanbantik, jajaran pimpinan FDK sudah membentuk panitia ramah tamah meski waktu pelaksanaannya belum diumumkan lebih lanjut. Informasi tersebut juga sudah sampai ke sejumlah calon wisudawan/wisudawati FDK periode September ini.
Seorang calon wisudawati, Nanna Fitri Amalia mengatakan, informasi ramah tamah datang dari Ketua Jurusan (Kajur) Jurnalistik, Muh Nur Latief. Dia mengungkapkan, pejabat jurusan menyebut mahasiswa kemungkinan besar tetap diwajibkan agar membayar biaya ramah tamah meski pun dia memilih untuk tidak ikut.
“(Info wajib bayar datang) dari ketua jurusan sama sekretaris jurusan Jurnalistik. Katanya ikut tidak ikut wajib bayar 500 (lima ratus ribu), begitu,” kata Nanna kepada alanbantik, Jumat (10/9/2021) malam.
Nanna mengaku tak mendapat konfirmasi lebih lanjut alasan utama pembayaran itu diwajibkan. Tapi dia menyebut informasi wajib bayar meski tak ikut itu dikabarkan telah disetujui dalam rapat pimpinan (Rapim) petinggi birokrasi di FDK.
“Ndak ada (alasan mengapa wajib bayar meski tidak ikut ramah tamah), cuman bilang sudah rapim, keputusan rapim,” katanya.
Nanna Mengaku Tak Setuju Wajib Bayar Meski Tidak Ikut
Nanna sendiri mengungkapkan pendapat pribadinya. Dia mengaku tidak setuju aturan wajib bayar sekalipun mahasiswa memilih untuk tidak ikut ramah tamah.
“Tidak setuju,” tegas dia.
Menurut Nanna, birokrasi di FDK sebaiknya kembali mengkaji aturan itu sebelum benar-benar dirilis secara resmi. Sebab, aturan itu dinilai sama saja tak memberi ruang kepada mereka yang memilih tidak ikut.
“Menurut saya, ramah tamah dan wisuda itu sifatnya tidak wajib. Itu hanyalah sebuah seremoni yang bersifat formalitas,” tuturnya.
Dia berpendapat, bisa saja orang memilih tak ikut ramah tamah karena ingin hemat biaya di akhir studi. Kondisi ekonomi setiap orang berbeda-beda.
“Mahasiswa kalau sudah yudisium sudah sah menyandang gelar sarjana dan berhak dapat ijazah. Kalau diwajibkan bayar 500k untuk yang mau atau tidak mau ikut namanya mendzalimi mahasiswa apalagi keadaan ekonomi orang beda-beda,” tegasnya lagi.
Versi Mahasiswa Setuju Ramah Tamah
Tanggapan berbeda datang dari Dewi Lestari. Mahasiswi Manajemen Haji dan Umrah (MHU) ini mengaku tak masalah karena ramah tamah adalah momen terakhir mahasiswa sebelum benar-benar menjadi seorang alumni.
“Ramah tamah bagus ji sebenarnya karena itu momen terakhir mi juga sama teman-teman bisa kumpul sama-sama, ada beberapa kegiatan yang bisa dilakukan di sana karena terakhir maki juga mau ngumpul sama teman-teman setelah keluar jadi alumni di kampus,” ungkap Dewi. Selasa, (7/9/2021).
Menurut Dewi, informasi dari pihak birokrasi menyebutkan bahwa ramah tamah nantinya akan dirangkaikan dengan wisuda. Informasi itu disampaikan saat proses yudisium pada beberapa waktu lalu.
“Itu ramah tamah dirangkaikan sama ji halnya sepertinya wisuda, Pak Dekan yang ada di sana. Sesuai ji rangkaian wisudanya bukan cuman ramah tamah saja, wisuda ki di situ dari pada kan wisuda online, ini kek offline ki ceritanya meskipun dibilang ramah tamah tapi rangkaiannya wisuda, nabilang Pak Dekan tetap kita sebut namanya satu-satu naik pegang kan itu toganya,” lanjut Dewi.
Sementara mengenai kewajiban membayar Rp 500.000, Dewi mengaku telah menerima informasi aturan itu meski aturan itu belum disampaikan secara resmi.
“Sebelumnya kan ada bilang mau ki bayar Rp 500.000 tapi tidak jelas pi juga, belum pi juga (diinformasikan) di grup wisuda, belum pa saya bayar juga,” katanya.
Tanggapan Birokrasi
Tim alanbantik sendiri mencoba meminta konfirmasi lebih lanjut ke Kajur Jurnalistik, Muh Nur Latief terkait aturan wajib bayar ramah tamah meski tidak ikut. Dia pun tak menampik aturan tersebut.
Menurut Nur Latief, aturan itu merupakan hasil rapim tingkat fakultas. Namun dia mengatakan aturan yang dimaksud tersebut belum bersifat final karena masih akan dikaji lebih lanjut.
“Wacana pernyataan wajib bayar itu tidak datang dari pribadi tapi hanya penyambung hasil rapat pimpinan,” kata Nur Latief dalam wawancara terpisah.
Tim alanbantik sebelumnya juga mencoba menemui Dekan FDK, Firdaus Muhammad di ruangan kerjanya, Rabu (8/9). Firdaus tidak menampik ramah tamah akan digelar dalam waktu dekat. Tapi dia enggan berkomentar lebih jauh saat dikonfirmasi terkait informasi aturan wajib bayar meski tidak ikut.
alanbantik juga sempat meminta konfirmasi lebih lanjut persoalan yang sama ke Wakil Dekan III Bagian Kemahasiswaan, Irwanti Said. Dia sempat berbincang sejumlah hal terkait ramah tamah, tapi yang bersangkutan menolak pernyataan-pernyataannya dikutip.
Penulis:
Reporter Magang:
- Feni Melinda
- Alya Warda
- Andryan Gaffar
- Delfi Sari
- Usfa Dp
Editor : Tim Redaksi