Sistematika Aturan DO UIN Alauddin Makassar

alanbantik – Drop Out (DO) atau pemberhentian studi terjadi apabila seorang mahasiswa tidak memenuhi ketentuan akademik oleh masing-masing kampus. Di Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar sendiri memiliki sistematika DO yang telah ditetapkan dalam Standar Nasional Pendidikan Tinggi (SN Dikti) serta dalam aturan pedoman edukasi UIN Alauddin Makassar.
Hal mendasar yang membuat mahasiswa mendapatkan DO adalah persoalan akademis (Indeks Prestasi Kumulatif) melebihi jangka waktu kuliah yang telah ditetapkan Standar Nasional Pendidikan Tinggi (SN Dikti) yakni tujuh tahun dan melanggar ketentuan yang berlaku.
Sebelumnya, dalam aturan pedoman edukasi UIN Alauddin Makassar tahun 2016 dimuat tentang syarat DO. Mahasiswa yang telah menghabiskan masa studi 2 semester tetapi tidak mencapai Indeks Prestasi Komulatif (IPK) sementara 2.00 akan dinyatakan gugur studi atau DO dini.
Namun pada tahun 2019, aturan pedoman edukasi yang hingga saat ini masih digunakan menyatakan bahwa Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) pada 4 semester awal (semester 1 sampai 4) jika tidak mencapai IPK 2.00 maka dinyatakan gugur studi. Artinya keputusan DO dini baru bisa dilakukan pada saat semester empat.
Ada dua istilah yang digunakan dalam DO berdasarkan SN Dikti yaitu gugur studi dan putus studi. Gugur studi berarti mahasiswa yang tidak melakukan registrasi dan heregistrasi sebagaimana diatur pada pasal 23 dan 24, mahasiswa yang telah menghabiskan masa studi empat semester tapi tidak mencapai IPK 2.0 dinyatakan gugur studi. Sedangkan, putus studi adalah mahasiswa yang telah putus pada status kemahasiswaannya yang biasa diakibatkan karena tidak membayar Uang Kuliah Tunggal (UKT), mengundurkan diri dan sudah tidak aktif, serta mahasiswa yang melewati batas studi yang telah ditentukan yakni selama 7 tahun atau 14 semester.
Alur DO UIN Alauddin Makassar
Kepala Bidang Bagian Akademik Biro Administrasi, Harianto menjelaskan alur DO UIN Alauddin Makassar dilakukan secara otomatis dengan menunggu usulan dari Fakultas masing-masing.
“Alur DO nya otomatis prodi mengusul ke Fakultas, Fakultas mengusul ke Rektorat, Rektorat yang mengeluarkan SK,” jelasnya
saat ditemui di ruangannya pada Jumat, 26 Mei 2023 sore hari.
Lebih lanjut, ia menjelaskan jika ada usulan DO dari Fakultas maka pihak rektorat tidak akan meninjau kembali karena sudah mempercayakan tanggung jawab itu ke Fakultas yang mengajukan.
“Keputusan SK dilakukan kalau semua (data) sudah terhimpun, kalau sudah ada laporan dari Fakultas tidak perlu ditinjau lagi berarti dia sudah yakin, kan ada prodi yang memverifikasi ada data juga di sini bisa diliat, yang bertanggung jawab kan di sana, prodi toh yang tau,” lanjutnya.
Alur Peninjauan DO UIN Alauddin Makassar
Wakil Dekan (Wadek) I Fakultas Dakwah dan Komunikasi (FDK), Irwan Misbach mengatakan sebelum usulan DO masuk ke Rektorat maka mahasiswa yang terancam DO masih bisa diselamatkan pada tingkat Fakultas dengan melakukan pengecekan kembali permasalahan mahasiswa yang terancam diberhentikan. Namun, kebijakan tersebut tidak berlaku untuk masalah pembayaran karena itu merupakan kebijakan Universitas.
“Sebelum masuk di Rektorat itu bisa diselamatkan di tingkat Prodi, karena apa yang dari Prodi menyurat ke Rektorat. Nah ketika diusulkan tiga oleh Prodi ke Fakultas, Fakultas fasilitasi dulu siapa tau ini anak masih bisa ji kah, coba cek dulu apa masalahnya. Itu untuk IPK, tapi kalau pembayaran tidak bisa karena pembayaran terkait kebijakan Universitas,” ungkapnya saat ditemui diruangannya pada Jumat, 26 Mei 2023.
Ia juga mengungkapkan bahwa pelanggaran terberat bagi mahasiswa yang mendapatkan DO adalah masa studi yang sampai 7 tahun karena sudah menjadi keputusan Standar Nasional Perguruan Tinggi (SN Dikti).
“Pelanggar terberat itu adalah masa studi yang sampai 7 tahun, kan memang di situ SN Dikti itu artinya aturan dari atas, artinya memang negara menentukan kementrian itu pendidikan Kementrian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Ristekdikti) itu memang menentukan maksimal mahasiswa itu 14 semester 7 tahun, itu sudah standar SNDIKTI, jadi kalau lewat di DO,” ungkapnya.
Wakil Dekan (Wadek) I Fakultas Adab dan Humaniora, Andi Ibrahim turut menegaskan bahwa pelanggaran etika menjadi penilaian utama dalam peninjauan DO sedangkan nilai yang kedua.
“Melanggar etika, nilai itu nomor dua”, tegasnya saat ditemui pada Senin, 29 Mei 2023.
Contoh Kasus DO yang Mendapatkan Peninjauan
Mahasiswa semester 6 Jurusan Jurnalistik, Syahdan Husain menceritakan alur DO dini yang ia alami bersama dua orang temannya pada tahun 2022 lalu.
Syahdan mengatakan bahwa dirinya memerlukan satu nilai B untuk mendapatkan IPK 2.00, sementara kedua temannya membutuhkan 6 mata kuliah agar bisa selamat dari DO dini.
“Kemarin itukan tiga orang ka toh beda-beda i IPK ku saya kemarin 1.94, kalau temanku kemarin kurang tau, tapi intinya kemarin itu temanku butuh enam mata kuliah supaya bisa lolos sedangkan saya satuji. Dia butuh enam mata kuliah toh, harus dapat 6 mata kuliah dengan nilai B, paling rendah mi itu B tidak boleh C karena tidak bakalan na sampai 2,0 IPK nya. Saya kemarin kan 1,94 ji, jadi kalau dapat ma nilai B naik mi itu jadi 2,0,” jelasnya pada Selasa, 30 Mei 2023.
Ia melanjutkan, bahwa dirinya tidak mendapatkan peringatan mengenai DO dini dari siapapun saat mendekati akhir semester 4. Kurangnya perhatian saat mendengarkan aturan DO di Pengenalan Budaya Akademik dan Kemahasiswaan (PBAK) juga menjadi salah satu penyebab dirinya terkena DO dini.
“Tidak dapatka peringatan, cuman memang itu DO dini sudah disampaikan waktu PBAK, cumankan begitu tidak terlalu diperhatikan apa yang nasampaikan Rektor, Dekan karna kemarin PBAK online toh, mungkin itu mi salah satu salahnya juga mahasiswa karna tidak terlalu na perhatikan i. Tidak ada peringatan dari dosen, di situ betul pi pas final baru di tau,” lanjutnya.
Untuk mengurus nilai, ia membutuhkan waktu selama satu setengah bulan disebabkan lokasi pengurusan yang berbeda-beda dan juga portal akademik sudah ditutup.
“Kemarin di kasi waktu perbaiki nilai kurang lebih satu bulan setengahlah, karena di pimpongki juga, kadang disuruh pergi di rektor, dekan, prodi, dilempar ki begitu.
Lama prosesnya karena ditutup mi portal, sekarang kan sistem mi yang aturki,” tutupnya.
Penulis: Ramanda Fitra (Reporter)
Editor: Tim Redaksi