Apa Kabar Kinerja ULT UIN Alauddin Makassar ?
alanbantik – Unit Layanan Terpadu (ULT) Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar merupakan salah satu lembaga yang berada di bawah Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA). ULT ini ialah lembaga yang menangani secara struktural dan sistematis melakukan pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di lingkup kampus.
Tidak hanya diperuntukkan bagi Mahasiswa, Dosen bahkan Cleaning Service turut berhak untuk melaporkan kekerasan seksual yang di alaminya.
Belum lama ini, tim alanbantik berbincang-bincang dengan Rosmini, sebagai Kepala Pusat Studi Gender dan Anak LP2M UIN Alauddin Makassar pada Selasa, 24 Mei 2022.
Apa itu lembaga ULT dan bagaimana tujuan serta sistem kerjanya?
Iya, unit layanan
ULT salah satu lembaga yang berada di bawah PSGA ‘Pusat Studi Gender dan Anak’, tapi dia khusus pekerjaannya di PSGA itu banyak korsingnya, bagaimana pengaruh utama kesetaraan gender dan perlindungan anak itu dikaji dan disosialisasikan diimplementasikan. tapi sebagian kecil pekerjaan itu masih boleh bertambah lagi pekerjaannya karena ada ULT dan Itu adalah sebuah lembaga yang menangani secara serius, secara struktural, sistematis pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di lingkup kampus. Maksudnya selain tidak bicara zona, tapi siapa yang pelakunya dan siapa yang korbannya, kalau korbannya orang UIN lalu pelakunya bukan orang UIN berarti ULT itu tidak berkewajiban memproses tetapi boleh memproses dalam hal ini mendampingi si korban untuk memperoleh haknya. Baik itu mungkin di hak akademiknya yang terganggu atau hak hukumnya di kepolisian kita dampingi, tapi itu pun bukan kewajiban kami, kecuali kalau pelakunya memang adalah sekitar sini atau warga UIN, termasuk itu cleaning servis warga UIN, semua orang yang bekerja di UIN kalau itu dilakukan oleh salah satu warga ini.
Semntara tujuan didirikannya lembaga ULT ini supaya penanganan pelecehan seksual, kekerasan seksual dalam semua bentuk itu ditangani secara komprehensif. Penanganannya berbasis perlindungan korban, jadi korban yang kita jamin haknya. Baik hak fisiknya, hak psikologisnya atau apapun. Korban bukan berarti bahwa Ketika orang melapor langsung kemudian kita melihat korban tanpa harus melakukan pemeriksaan, tentu tidak, kita menjamin perlindungan bahwa korban ini selama dalam proses laporan maupun setelahnya itu kita jamin apa yang ia butuhkan, ia butuh pendampingan psikologis kita punya, untuk pendamping hukum, kita juga punya dan kami berharap dengan kunci Tuhan dan penangan berbasis penyelidikan korban memberi kesimpulan tersendiri kepada mereka yang merasa korban untuk datang melapor. Karena kasus itu tidak tertangani kalau tidak melapor, intinya supaya kasus seperti ini tidak banyak sebaiknya dilaporkan. Karena kalau tidak dilapor bisa berulang dan pelakunya akan merasa aman, jadi tidak ada patokan tidak ada berani melaporkan jadi yang kita mau tau sekarang korban-korban ini untuk berani speak up, melaporkan ya kita menggaransi kerahasiaannya.
Bagaimana dengan kinerja ULT saat ini?
Belum dibilang berhasil, karena ini baru dijalankan. Apa yang dilakukan ULT selama ini kita sudah bersosialisasi melalui PBAK, melalui kegiatan-kegiatan mahasiswa, jadi beberapa fakultas itu yang punya kegiatan memanggil kami sekaligus mensosialisasikan ULT. Ada juga yang memang beberapa kegiatan mahasiswa kami dipanggil untuk sosialisasi. Dan pernah juga mahasiswa yang terdakwa melaporkan, tapi apapun yang di bilang saya tidak pernah marah karena itu adalah refleksi dari pertahanan diri mereka.
Setelah didirikan ULT, apakah banyak laporan kasus kejahatan seksual yang terjadi di UIN?
ULT di SK kan pada bulan 10 tahun 2021 sepertiga bulan terakhir. Ketika kalian mahasiswa mendapatkan pelecehan dan merasa sudah saatnya melapor, silahkan.
Namun mungkin saja ada kejahatan seksual yang lainnya terjadi, tapi mahasiswa tidak melaporkan atau dilaporkan, nanti terlaporkan ketika ada ULT ini. Apakah kemudian kita mengatakan banyak, ya belum tentu, mungkin banyak tapi jangan diukur dari hal seperti itu. ULT lembaga baru, kita masih berbenah.
Dua hari yang akan datang, akan ada workshop khusus untuk mengajari bagaimana membekali pengurus ULT melakukan pencegahan dan penanganan. Jadi dua hari itu kita melakukan kapasiting building, meningkatkan pengetahuan ULT terutama yang diberikan amanah untuk melindungi persamaan gender di kampus. Bagaimana memahami pencegahan dan penanganan seksual berbasis perlindungan korban, karena sebenarnya selama ini kalau ada kasus tetap tertangani tapi melalui KPKE. Karena ULT melalui KPKE. Artinya ditangani di KPKE ‘Komisi Penegakan Kode Etik’. Tapi kalau penangananya, saya tidak bisa jamin penangananya itu berbasis perlindungan korban atau tidak. Bisa di tanya korbannya kalau ini anggota KPKE, saya tidak mau sembarang sebut orang.
Seperti kejadian kemarin, Saya tanya teman disitu “siapa yang bermasalah disitu?” kebetulan ada tetangga yang sama-sama kerja di KPKE saya tanya “siapa?” Mungkin kenalan kita yang berpersoalan menangani kasus, dia menyebut nama. Saya tidak mau orang lain. Anda harus datang karena anda yang harus diperbaiki, tapikan saya tidak bilang. Kenapa saya panggil karena ini berpersoalan pikirannya.
Apakah selama didirikan ULT, sudah ada laporan dari mahasiswa terkait dengan pelecehan dan kekerasan seksual?
Ada, sudah ada beberapa termasuk pelanggaran pelecehan di KKN yang sudah ditangani dengan baik. Ada lagi di gang yang sempit itu.
Kalau kamu punya data, sudah ada beberapa tapi tidak semua masalahnya beredar di media, nyatanya yang sampai disini hanya satu.
Kemarin saya menghadap di pimpinan membahas terkait hal itu karena mau dibawa ke kepolisian, namun sudah dilaporkan tapi tidak ada penanganannya, tidak ada yang melapor.
Selain dari mahasiswa sendiri yang mengalami pelecehan seksual, apakah ada dosen yang pernah mengalami pelecehan seksual dan melapor?
Sampai sejauh ini belum ada dosen yang melapor terkait itu tapi saya tidak tahu kalau KPKE ya, karena kan memang ULT itu hanya terkait dengan pelecehan dan kekerasan seksual. Kalau kekerasan lain seperti kekerasan fisik tidak. Tapi kalau menyangkut kekerasan seksualitas itu baru ke ULT.
Apakah yang menjadi faktor sehingga mahasiswa takut untuk melaporkan tindak kekerasan seksual yang di alami?
Banyak faktornya, Pertama orang itu belum terbiasa atau takut dengan respon keluarganya. Dengan mengatakan sesuatu yang ada dalam pikirannya. Sebab mungkin keluarga tidak berpikir kritis. kedua faktor eksternal, kadang yang bersangkutan malu menganggap bahwa ini adalah tabu. ketiga mereka berpikir “sudahlah, toh juga pada akhirnya saya sendiri ji, dari pada saya harus lapor kiri kanan”.
Karena jika dia melaporkan berarti dia harus meluangkan waktu saat dia akan melapor, kemudian waktu untuk dimintai keterangan lanjutan.
Faktor yang seperti ini yang kadang memunculkan rasa takut, apalagi kalau itu pelakunya adalah dosen, senior atau yang lebih tinggi posisinya dari pada dia.
Mahasiswa kan banyak mencari aman untuk proses akademiknya, karena kalau misalnya dilaporkan mungkin permasalahan yang timbul ditahan nilainya atau dibully. Sehingga mahasiswa berpikir, “sudahlah kita cuman disini sampai empat tahun”, nah hal seperti ini tidak perlu, menyimpan sesuatu yang sebenarnya lebih baik di keluarkan, karena kalau kita simpan terus seperti ini, pelaku merasa aman sehingga dia ulang lagi kejahatannya, mungkin terulang kepada orang yang sama atau orang yang berbeda. Dan ini bisa mempengaruhi teman pelaku untuk berbuat sama dengan yang dia lakukan, yaitu pelecehan seksual.
Kejahatan ini bisa berulang jika tidak dilaporkan dan tidak ditangani dengan baik, jadi tidak hanya dilaporkan karena kalau hanya dilaporkan tidak ada garansi penanganan dengan komprensif.
Kita kasihan dengan korban, jadi banyak alasan kenapa korban tidak melaporkan pelecehan yang terjadi pada dirinya, karena faktor internal, faktor eksternal dan faktor akademiknya.
Bagaimana tindak lanjut lembaga ULT ini terhadap laporan kekerasan seksual?
Saya sendiri yang memeriksa itu melibatkan ketua jurusan yang terkait. Ketika ada pelecehan, saya panggil pelakunya. Saat peristiwa kemarin kebetulan ada di fakultasnya, saya panggil ketua jurusannya, wadek atau W3 nya. Setelah itu saya kaitkan dengan kasus yang mana, sama halnya dengan kasus pelecehan terhadap KKN, bertingkat-tingkat levelnya, dan kemarin kasusnya tidak terlalu berat, namun bagaimana pun itu termasuk kategori pelecehan, saya kemudian merekomendasi ke pengelola KKN saja, karena merasa bahwa dengan itu kedua pelaku sudah merasa puas dengan hasil yang telah ditetapkan. Kemudian, kalau saya kirim ini kasus ke KPKE, akan lama prosesnya karena ini kan yang bersangkutan selama KKN.
Dan rekomendasi itu ada hubungannya ketika mereka KKN, kalau misalnya prosesnya pulang dari KKN tergantung dari level kasusnya, kalau kasusnya level keatas kami hanya mendampingi kasusnya tapi kalau kasusnya itu ringan kami merekomendasikan. Tapi bukan kami loh yang memutuskan karena kami hanya merekomendasikan.
Jadi ULT itu selalu pada tahap merekomendasikan. Jadi pada kasus kemarin kami hanya merekomendasikan apa sanksinya ke pengelola KKN, ya selanjutnya terserah dia, saya hanya merekomendasi tidak bisa saya menginterpretasi karena pengelola KKN dan Badan Tenaga KKN juga memproses kasus ini berdasarkan SOP KKN. Mereka memiliki SOP sendiri tidak bisa kita menginterprensi.
Harapan untuk ULT kedepannya?
Karena ini lembaga baru, kita semua berharap dengan adanya lembaga khusus yang menangani pencegahan pelecehan dan kekerasan seksual, semoga kejadian-kejadian kemarin terkait pelecehan seksual itu bisa ditekan, bisa diminimalisir karna memang agak susah untuk dihilangkan tapi kalau mungkin bisa ya kita bersyukur karena hanya dengan meminimalisir serendah mungkin peristiwa pelecehan itu bisa membuat kampus kita ini kampus responsive gender. Salah satu indikatornya responsive gender itu adalah kekerasan seksual. Tetapi endingnya dari semua itu adalah supaya orang yang ada di dalam kampus ini merasa nyaman karena proses akademik ini tidak bisa berjalan sebagaimana mestinya, tidak bisa berjalan sesuai target yang kita targetkan jika kemudian ada hal-hal yang sifatnya pelecehan seksual itu tadi.
Kita ingin orang bersuara “tidak ada mi pelecehan di UIN, sudah aman mi”. Apa target inti dari ULT ini sebenarnya bagaimana warga kampus ini merasa aman, nyaman dalam melakukan aktifitas kampus, dan hanya seperti ini kampus kita dinamakan sebagai kampus responsive gender.
Penulis: Ria Rahmayana, Hidayatullah (Reporter)
Editor: Tim Redaksi