Berteman Elit, Saling Menghargai Sulit
Hubungan yang tidak sehat merupakan hubungan yang menimbulkan ketidaknyamanan baik secara fisik maupun mental bagi individu, tidak hanya dalam konteks percintaan, tetapi bisa juga ditemui dalam pertemanan, lingkungan kerja, maupun keluarga. Dalam dunia kampus, circle sudah tidak asing di lingkungan mahasiswa yang dalam kesehariaannya akan selalu bergaul dan membangun pertemanan.
Mahasiswa adalah makhluk sosial yang membutuhkan orang lain untuk bertahan hidup. Tidak dapat dipungkiri bahwa mahasiswa tidak bisa lepas dari hal tersebut. Mahasiswa selalu berinteraksi dengan teman sebaya, dosen, maupun orang lain dalam kehidupan sehari-hari. Interaksi sosial merupakan cara untuk bersosialisasi, dan pertemanan adalah salah satu hasil dari bersosialisasi. Pada umumnya, interaksi sosial digunakan untuk berkomunikasi. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa komunikasi adalah salah satu aspek paling penting bagi mahasiswa.
Interaksi antara dua individu dengan kepribadian berbeda sering kali menuntut adanya toleransi terhadap kekurangan dan kelebihan masing-masing. Konflik cenderung muncul dalam setiap hubungan, karena sulitnya menyatukan kepribadian dan sifat masing-masing. Emosi negatif bisa memicu masalah dalam hubungan dan menimbulkan kecemasan. Meskipun demikian, situasi ini bisa memberikan rasa aman bagi kedua pihak. Namun, konflik yang berasal dari proses kognitif ini sering kali berakhir dengan hubungan yang tidak sehat, yang sering disebut sebagai hubungan toxic.
Terbentuknya hubungan pertemanan biasanya disebabkan oleh adanya kesamaan, seperti hobi yang sama, sering berkomunikasi, penerimaan diri, dan bantuan yang saling menguntungkan (mutualisme). Hubungan pertemanan yang berkualitas baik dapat mempererat persaudaraan, memberikan motivasi, menambah wawasan, memperluas relasi, menjadi tempat untuk bercerita atau bertukar pikiran, dan bahkan berfungsi sebagai sistem dukungan.
Pertemanan di lingkungan kampus sering kali dianggap sebagai bagian integral dari pengalaman mahasiswa, namun dibalik kehangatan dan dukungan tersebut, terdapat kenyataan yang tidak selalu menyenangkan. Salah satunya adalah pertemanan yang cenderung memperburuk suasana dan menimbulkan drama, rumor, dan konflik yang tiada habisnya. Selain itu, ada pertemanan yang tidak seimbang dimana salah satu pihak terus-menerus merasa dimanfaatkan atau diabaikan.
Ciri-ciri teman toxic:
- Egois: Teman yang toxic cenderung hanya memikirkan kepentingan dan kebutuhannya sendiri tanpa mempertimbangkan perasaan dan kebutuhan orang lain.
- Manipulatif: Mereka menggunakan manipulasi untuk mempengaruhi pikiran, perasaan, atau tindakan orang lain demi keuntungan pribadi.
- Kritik Berlebihan: Terus menerus mengkritik orang lain tanpa memberikan dukungan atau pengertian yang tepat.
- Ketergantungan Emosional: Teman yang toxic sering kali menimbulkan ketergantungan emosional yang memerlukan perhatian dan dukungan terus-menerus, terlepas dari perasaan atau kebutuhan orang lain.
- Drama Berlebihan: Mereka cenderung menciptakan drama dan konflik yang tidak perlu dalam persahabatan, menyebabkan ketegangan dan ketidaknyamanan.
- Tidak mendukung: Teman yang toxic tidak mendukung kesuksesan atau kebahagiaan orang lain dan bahkan iri terhadap kebahagiaan atau kesuksesan orang lain.
- Pelecehan Verbal atau Emosional: Mungkin menggunakan kata-kata atau tindakan yang memalukan atau menyakitkan secara emosional untuk mengendalikan atau tidak menghormati orang lain.
- Ketidakjujuran: Teman yang beracun sering kali tidak jujur atau tidak konsisten dalam komunikasinya, berbohong atau menyembunyikan informasi penting.
Dampak dari pertemanan yang toxic tidak boleh dianggap remeh. Hal ini dapat menyebabkan stres kronis, kecemasan, depresi, dan bahkan trauma. Selain itu, pertemanan yang toxic juga dapat menghambat perkembangan pribadi dan akademik seseorang serta menghambat kemampuannya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal. Namun, jika kualitas hubungan pertemanan baik, maka akan ada perilaku prososial dan saling memaafkan dalam hubungan tersebut. Hal ini akan menciptakan rasa nyaman, kebahagiaan, dan mencegah timbulnya depresi.
Citizen Journalism: Irma Anggriani